The Throne of Fire: Dwarf Pride
Baiklah, waktunya untuk ngepost sesuatu yang menurut aku sedih. Tapi menurut kalian pasti engga. Dan post ini panjang banget sumpah. Isinya juga spoiler semua tapi aku ngerasa cerita ini penting (naon sih dik lebay, cuma novel kok. TAPI INI BUKAN SEKADAR NOVEL!)
Jadi kemaren kan aku udah cerita sedikit tentang Bes. Dia dewa orang cebol. Tugas dia nakut nakutin iblis pake "BOO!" nya, dan dia dipuja oleh rakyat kecil.
Di TOF (Throne of Fire, kepanjangan sih-_-) tokoh jahatnya namanya Vladimir Menshikov. Vlad ini pernah berusaha ngebaca salah satu kitab Ra, matanya dia jadi rusak dan paru parunya kebakar mantra pelindung. Tapi itu ga penting. Yang penting adalah, Vlad punya kakek, yaitu pangeran Menshikov kalo ga salah. Nah dia ini suka banget sama hiburan, dan penghuni istananya dulu menganggap orang cebol itu lucu. Jadi mereka "memenjara" atau apalah, orang orang cebol. Termasuk Bes juga padahal dia dewa. Pokoknya mereka tuh tersiksa, dipaksa ngehibur, dan diketawain. Salah satu "hiburan"nya itu si orang cebol dipakein baju wedding, pura pura menikah. Tapi itu kejadiannya udah lama. Ga cuma ada di TOF, kata Rick Riordan itu emang beneran pernah terjadi (mitologi deh biasa). Terus dari situ Bes diselamatin sama Tawaret, Tawaret ini dewi kuda nil, dewi persalinan dan lain lain. Tawaret baik banget hatinya, dan mereka pernah deket. Tawaret suka sama Bes, tapi Bes suka sama Bast (dewi kucing) soalnya katanya cantik, pemberani gitu deh. Bast cuma nganggap dia sebagai temen. Dari sini udah mulai deh sedih sedihannya.
Forward ke masa sekarang, waktu Sadie ke London pas ulang tahun dia, nenek kakeknya ternyata dirasukin sama Nekhbet, dewi burung bangkai, sama Babi, dewa babun. Sadie sama temennya, Emma & Liz, lari terus ketemu Anubis dan blablabla, Anubis bilang kalo dia udah nyiapin sopir buat Sadie. Setelah beberapa kejadian, Sadie dkk keluar dari Stasiun Waterloo (yang udah hancur) dan ngeliat Bes, pake seragam sopir kumal, terus dia megang plakat tulisannya "KANE". Emma sama Liz ngiranya Sadie manggil dia pake sihir, tapi ternyata mereka baru tau kalo Bes itu dewa pas di mobil. Dan aku gaakan nyeritain kelanjutannya gimana soalnya lieur panjang teuing.
Sejak itu Bes bareng terus sama Sadie & Carter, mereka ngambil gulungan kitab Ra ke dua di ruangannya Vlad Menshikov, terus Bes nunggu di museum cokelat soalnya gabisa masuk. Blablablabla. Carter digigit ular berkepala dua, mereka kabur ke mana gitu, pokoknya disana pake bahasa Arab dan Bes orang penting disitu.
Abis itu kan Carter sama Sadie berpisah. Bes nemenin Carter. Dan blablablabla lagi.
Langsung ke intinya. Jadi Carter, Sadie, Bes, sama Ra lagi di Rumah Ketujuh. Disitu ada Julius/osiris, sama Ruby alias orang tua si kakak beradik. Terus konfliknya disitu gerbang Rumah Kedelapan udah ketutup, Apophis lagi dibangkitin, dan Ra masih dalam wujud tua. Terus gaada cara lain selain mundurin waktu ke 3 jam sebelumnya. Carter & Sadie harus taruhan sama Dewa Bulan, Khonsu, yang diundang sama ayah mereka. Taruhannya mereka main senet, pake 3 keping alias 3 jam. Untuk satu keping yang dikeluarin Carter & Sadie, mereka dapet 1 jam. Tapi untuk satu keping yang dikeluarin Khonsu, harus ada korban yang jiwanya bakal "dimakan" sama Khonsu. Main senet nya harus bertiga, jadi Carter, Sadie, sama Bes.
Satu kepingnya Khonsu lagi kejebak di Rumah Tiga Kebenaran. Sadie ngusulin buat ngegerakin keping ngedorong keping Khonsu kembali ke awal, tapi Bes milih buat ngeluarin satu keping. Ga disangka, Khonsu dapet angka 3, yang artinya dia bisa keluar dari Rumah Tiga Kehidupan dan keluar. Satu jiwa harus dikorbankan. Dan ini lagi Carter yang ngomong, masa ceritanya berdasarkan sudut pandang Carter. Ren = nama asli, nama rahasia, bisa juga disebut seluruh memori kehidupan kita.
Khonsu mengeluarkan kepingnya dari permainan. "Oh, sayang sekali. Sekarang, ren siapa yang sebaiknya kuambil terlebih dahulu?"
"Jangan, kumohon!" pinta Sadie, "tukar saja. Ambillah satu jam hak kami sebagai gantinya."
"Bukan begitu peraturannya," omel Khonsu.
Aku menatap bekas cungkilan yang kubuat di meja saat aku berusia delapan tahun. Aku tahu bahwa ingatan itu akan menghilang seperti semua ingatanku yang lain. Jika aku memberikan ren-ku pada Khonsu, setidaknya Sadie masih bisa merapal bagian mantra yang terakhir. Dia perlu Bes untuk melindungi dan menasihatinya. Hanya aku yang tidak diperlukan.
Aku mulai berkata, "Aku--"
"Aku saja," kata Bes, "langkah itu ideku."
"Bes, jangan!" jerit Sadie.
Dia berdiri, memantapkan kakinya dan mengepalkan tinjunya, seolah-olah dia tengah bersiap melepaskan teriakan BOO. Aku berharap dia melakukan itu dan menakuti Khonsu hingga pergi, dia malah menatap kami dengan pasrah. "Ini bagian dari strategi, anak-anak."
"Apa?" aku bertanya, "kau merencanakan ini?"
Dia melepas kemeja Hawaiinya dan melipatnya dengan hati-hati, lalu meletakkannya di atas meja. "Yang paling penting adalah mengeluarkan ketiga keping kalian dari papan, dan tidak kehilangan lebih dari satu. Hanya inilah cara melakukannya. Kalian akan mengalahkannya dengan mudah sekarang. Kadang-kadang kita harus kehilangan satu keping untuk memenangkan permainan."
"Benar sekali," Khonsu menimpali, "sungguh menyenangkan! Ren seorang dewa. Apakah kau sudah siap, Bes?"
"Bes, jangan," aku memohon, "ini tidak benar."
Dia memandangiku dengan marah. "Hei, Nak, kau saja siap mengorbankan diri. Apa kau mengatakan aku tidak seberani penyihir kemarin sore? Lagi pula, aku ini dewa. Siapa tahu? Kadang-kadang kami kembali. Sekarang, menangkan permainannya dan keluarlah dari sini. Tendang lutut Menshikov untukku."
Aku berusaha memikirkan suatu perkataan, sesuatu yang akan menghentikan ini, tetapi Bes berkata, "Aku sudah siap."
Khonsu memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, seolah dia sedang menikmati udara pegunungan yang segar. Sosok Bes berkedip-kedip. Dia larut menjadi kumpulan gambar yang bergerak secepat kilat--serombongan orang cebol yang tengah menari di sebuah kuil dalam cahaya api unggun; sekumpulan orang Mesir berpesta di sebuah festival, menjunjung tinggi Bes dan Bast di bahu mereka; Bes dan Tawaret mengenakan toga di sebuah vila Romawi, menyantap anggur dan tertawa bersama di sebuah sofa; Bes berpakaian seperti George Washington dengan wig berbedak dan setelan sutra, berjumpalitan di depan beberapa tentara Inggris; Bes dalam seragam Angkatan Laut A.S, menakuti iblis yang berseragam Nazi di Perang Dunia II.
Saat siluetnya meleleh, gambar-gambar yang lebih baru berkedip-kedip melintas: Bes dalam seragam sopir memegang plakat bertuliskan KANE; Bes menarik kami keluar dari limusin yang tenggelam di laut Mediterania; Bes memantraiku di Alexandria ketika aku keracunan, berusaha mati-matian menyembuhkanku; Bes dan aku di bagian belakang truk pikap orang Badui, berbagi daging kambing dan air beraroma Vaseline saat kami menyusuri tepian sungai Nil. Memori terakhirnya: dua anak, Sadie dan aku, menatapnya dengan penuh kasih dan perhatian. Gambaran itu memudar, dan Bes pun menghilang. Bahkan kemeja Hawaiinya ikut lenyap.
"Kau mengambil semuanya!" teriakku, "tubuhnya--segalanya. Bukan begitu perjanjiannya!"
Khonsu membuka mata dan mendesah. "Indah sekali." Dia tersenyum ke arah kami seolah tidak terjadi apa-apa. "Aku yakin sekarang giliran kalian."
Haaaaaa sedih banget:'( terutama yang bagian terakhir memori Bes. :(((
Setelah Apophis dikutuk sama Desjardins (Desjardins juga mati mengorbankan diri buat ngutuk Apophis), Sadie sama Carter sama Bast juga, pergi ke Rumah Keempat atau Sunny Acres, semacam rumah jompo buat dewa dewi yang emang udah jompo. Disana ada Bes, tatapannya hampa, terus terusan ngeliat keluar jendela. Tawaret putus asa berusaha ngebuat dia minum. Pas Sadie Carter Bast dateng, Tawaret nyemperin sambil teriak marah, Sadie kira itu buat Sadie, ternyata Bast. Tawaret nyalahin Bast atas segalanya yang terjadi sama Bes. Pokoknya sedih lah, aku berharap di buku ke tiga ada sesuatu yang membahagiakan, misalnya Bes inget lagi kehidupan dia atau sesuatu.
Jadi kemaren kan aku udah cerita sedikit tentang Bes. Dia dewa orang cebol. Tugas dia nakut nakutin iblis pake "BOO!" nya, dan dia dipuja oleh rakyat kecil.
Di TOF (Throne of Fire, kepanjangan sih-_-) tokoh jahatnya namanya Vladimir Menshikov. Vlad ini pernah berusaha ngebaca salah satu kitab Ra, matanya dia jadi rusak dan paru parunya kebakar mantra pelindung. Tapi itu ga penting. Yang penting adalah, Vlad punya kakek, yaitu pangeran Menshikov kalo ga salah. Nah dia ini suka banget sama hiburan, dan penghuni istananya dulu menganggap orang cebol itu lucu. Jadi mereka "memenjara" atau apalah, orang orang cebol. Termasuk Bes juga padahal dia dewa. Pokoknya mereka tuh tersiksa, dipaksa ngehibur, dan diketawain. Salah satu "hiburan"nya itu si orang cebol dipakein baju wedding, pura pura menikah. Tapi itu kejadiannya udah lama. Ga cuma ada di TOF, kata Rick Riordan itu emang beneran pernah terjadi (mitologi deh biasa). Terus dari situ Bes diselamatin sama Tawaret, Tawaret ini dewi kuda nil, dewi persalinan dan lain lain. Tawaret baik banget hatinya, dan mereka pernah deket. Tawaret suka sama Bes, tapi Bes suka sama Bast (dewi kucing) soalnya katanya cantik, pemberani gitu deh. Bast cuma nganggap dia sebagai temen. Dari sini udah mulai deh sedih sedihannya.
Forward ke masa sekarang, waktu Sadie ke London pas ulang tahun dia, nenek kakeknya ternyata dirasukin sama Nekhbet, dewi burung bangkai, sama Babi, dewa babun. Sadie sama temennya, Emma & Liz, lari terus ketemu Anubis dan blablabla, Anubis bilang kalo dia udah nyiapin sopir buat Sadie. Setelah beberapa kejadian, Sadie dkk keluar dari Stasiun Waterloo (yang udah hancur) dan ngeliat Bes, pake seragam sopir kumal, terus dia megang plakat tulisannya "KANE". Emma sama Liz ngiranya Sadie manggil dia pake sihir, tapi ternyata mereka baru tau kalo Bes itu dewa pas di mobil. Dan aku gaakan nyeritain kelanjutannya gimana soalnya lieur panjang teuing.
Sejak itu Bes bareng terus sama Sadie & Carter, mereka ngambil gulungan kitab Ra ke dua di ruangannya Vlad Menshikov, terus Bes nunggu di museum cokelat soalnya gabisa masuk. Blablablabla. Carter digigit ular berkepala dua, mereka kabur ke mana gitu, pokoknya disana pake bahasa Arab dan Bes orang penting disitu.
Abis itu kan Carter sama Sadie berpisah. Bes nemenin Carter. Dan blablablabla lagi.
Langsung ke intinya. Jadi Carter, Sadie, Bes, sama Ra lagi di Rumah Ketujuh. Disitu ada Julius/osiris, sama Ruby alias orang tua si kakak beradik. Terus konfliknya disitu gerbang Rumah Kedelapan udah ketutup, Apophis lagi dibangkitin, dan Ra masih dalam wujud tua. Terus gaada cara lain selain mundurin waktu ke 3 jam sebelumnya. Carter & Sadie harus taruhan sama Dewa Bulan, Khonsu, yang diundang sama ayah mereka. Taruhannya mereka main senet, pake 3 keping alias 3 jam. Untuk satu keping yang dikeluarin Carter & Sadie, mereka dapet 1 jam. Tapi untuk satu keping yang dikeluarin Khonsu, harus ada korban yang jiwanya bakal "dimakan" sama Khonsu. Main senet nya harus bertiga, jadi Carter, Sadie, sama Bes.
Satu kepingnya Khonsu lagi kejebak di Rumah Tiga Kebenaran. Sadie ngusulin buat ngegerakin keping ngedorong keping Khonsu kembali ke awal, tapi Bes milih buat ngeluarin satu keping. Ga disangka, Khonsu dapet angka 3, yang artinya dia bisa keluar dari Rumah Tiga Kehidupan dan keluar. Satu jiwa harus dikorbankan. Dan ini lagi Carter yang ngomong, masa ceritanya berdasarkan sudut pandang Carter. Ren = nama asli, nama rahasia, bisa juga disebut seluruh memori kehidupan kita.
Khonsu mengeluarkan kepingnya dari permainan. "Oh, sayang sekali. Sekarang, ren siapa yang sebaiknya kuambil terlebih dahulu?"
"Jangan, kumohon!" pinta Sadie, "tukar saja. Ambillah satu jam hak kami sebagai gantinya."
"Bukan begitu peraturannya," omel Khonsu.
Aku menatap bekas cungkilan yang kubuat di meja saat aku berusia delapan tahun. Aku tahu bahwa ingatan itu akan menghilang seperti semua ingatanku yang lain. Jika aku memberikan ren-ku pada Khonsu, setidaknya Sadie masih bisa merapal bagian mantra yang terakhir. Dia perlu Bes untuk melindungi dan menasihatinya. Hanya aku yang tidak diperlukan.
Aku mulai berkata, "Aku
"Aku saja," kata Bes, "langkah itu ideku."
"Bes, jangan!" jerit Sadie.
Dia berdiri, memantapkan kakinya dan mengepalkan tinjunya, seolah-olah dia tengah bersiap melepaskan teriakan BOO. Aku berharap dia melakukan itu dan menakuti Khonsu hingga pergi, dia malah menatap kami dengan pasrah. "Ini bagian dari strategi, anak-anak."
"Apa?" aku bertanya, "kau merencanakan ini?"
Dia melepas kemeja Hawaiinya dan melipatnya dengan hati-hati, lalu meletakkannya di atas meja. "Yang paling penting adalah mengeluarkan ketiga keping kalian dari papan, dan tidak kehilangan lebih dari satu. Hanya inilah cara melakukannya. Kalian akan mengalahkannya dengan mudah sekarang. Kadang-kadang kita harus kehilangan satu keping untuk memenangkan permainan."
"Benar sekali," Khonsu menimpali, "sungguh menyenangkan! Ren seorang dewa. Apakah kau sudah siap, Bes?"
"Bes, jangan," aku memohon, "ini tidak benar."
Dia memandangiku dengan marah. "Hei, Nak, kau saja siap mengorbankan diri. Apa kau mengatakan aku tidak seberani penyihir kemarin sore? Lagi pula, aku ini dewa. Siapa tahu? Kadang-kadang kami kembali. Sekarang, menangkan permainannya dan keluarlah dari sini. Tendang lutut Menshikov untukku."
Aku berusaha memikirkan suatu perkataan, sesuatu yang akan menghentikan ini, tetapi Bes berkata, "Aku sudah siap."
Khonsu memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, seolah dia sedang menikmati udara pegunungan yang segar. Sosok Bes berkedip-kedip. Dia larut menjadi kumpulan gambar yang bergerak secepat kilat
Saat siluetnya meleleh, gambar-gambar yang lebih baru berkedip-kedip melintas: Bes dalam seragam sopir memegang plakat bertuliskan KANE; Bes menarik kami keluar dari limusin yang tenggelam di laut Mediterania; Bes memantraiku di Alexandria ketika aku keracunan, berusaha mati-matian menyembuhkanku; Bes dan aku di bagian belakang truk pikap orang Badui, berbagi daging kambing dan air beraroma Vaseline saat kami menyusuri tepian sungai Nil. Memori terakhirnya: dua anak, Sadie dan aku, menatapnya dengan penuh kasih dan perhatian. Gambaran itu memudar, dan Bes pun menghilang. Bahkan kemeja Hawaiinya ikut lenyap.
"Kau mengambil semuanya!" teriakku, "tubuhnya
Khonsu membuka mata dan mendesah. "Indah sekali." Dia tersenyum ke arah kami seolah tidak terjadi apa-apa. "Aku yakin sekarang giliran kalian."
Haaaaaa sedih banget:'( terutama yang bagian terakhir memori Bes. :(((
Setelah Apophis dikutuk sama Desjardins (Desjardins juga mati mengorbankan diri buat ngutuk Apophis), Sadie sama Carter sama Bast juga, pergi ke Rumah Keempat atau Sunny Acres, semacam rumah jompo buat dewa dewi yang emang udah jompo. Disana ada Bes, tatapannya hampa, terus terusan ngeliat keluar jendela. Tawaret putus asa berusaha ngebuat dia minum. Pas Sadie Carter Bast dateng, Tawaret nyemperin sambil teriak marah, Sadie kira itu buat Sadie, ternyata Bast. Tawaret nyalahin Bast atas segalanya yang terjadi sama Bes. Pokoknya sedih lah, aku berharap di buku ke tiga ada sesuatu yang membahagiakan, misalnya Bes inget lagi kehidupan dia atau sesuatu.
0 comments:
Post a Comment