Sunday 20 January 2013

The Bartimaeus Trilogy - the final chapter

38
Bartimaeus
Page 571 - end

Situasi genting tanpa harapan hidup paling mirip yang pernah kualami seperti saat ini adalah sewaktu aku bersama Ptolemy--bahkan, ia mencegahnya hanya dengan campur tangannya yang terakhir. Kurasa, jika master lamaku itu dapat melihatku sekarang, ia mungkin akan bangga. Ini keadaan yang diimpikannya: kau tahu--manusia dan jin bersatu, bekerja dengan derajat yang sama, dsb, dsb. Masalahnya, kami terlalu harfiah menanggapinya.
Bartimaeus... pikiran itu begitu lemah.
Ya?
Kau telah menjadi pelayan yang baik...
Kau bisa bilang apa untuk menanggapi omongan seperti ini? Maksudku, kematian mendekat dan karier selama 5.000 tahun yang tidak tertandingi kehebatannya sebentar lagi akan tercabik-cabik. Jawaban yang pantas, sejujurnya, adalah melakukan isyarat tidak sopan, disusul meleletkan lidah sambil menyembur keras, tapi aku terhalang--berada di dalam tubuhnya membuat kelogisannya terlalu tidak praktis untuk dilakukan.³
| 3 Well, coba deh menunjukkan jari tengah pada dirimu sendiri. Aneh, kan?
Maka, dengan letih, berharap kami diiringi soundtrack lagu melankolis, aku menanggapi tingkahnya. Yah, ehm, kau juga oke sih.
Aku tidak bilang kau sempurna...
Apa?
Jauh dari sempurna malah. Hadapi saja, kau biasanya berhasil membuat keadaan jadi kacau.
APA? Dasar kurang ajar! Hinaan, di saat-saat seperti ini! Padahal kematian menghampiri, dsb. Yang benar saja. Aku menggulung lengan baju metaforaku. Well, karena kita blak-blakan sekarang, kuberitahu kau, Bung--
Itulah sebabnya aku membebaskanmu, sekarang.
Eh? Tapi aku tidak salah dengar. Aku tahu aku tidak salah dengar. Aku bisa membaca pikirannya.
Jangan salah menanggapinya... Pikirannya berkabut, melayang, tapi mulutnya sudah menggumamkan mantra. Hanya saja... kita harus mematahkan tongkat ini tepat pada waktunya. Kau yang menahannya. Tapi aku tidak bisa bergantung padamu untuk sesuatu sepenting ini. Kau bakal mengacaukannya, entah bagaimana. Lebih baik.. lebih baik membebaskanmu. Itu akan otomatis memicu tongkatnya. Maka aku tahu pekerjaan ini akan dilaksanakan dengan semestinya. Ia mulai tidak sadarkan diri. Ia sulit tetap terjaga sekarang--energinya merembes keluar tanpa terhalang dari sisi tubuhnya--tapi dengan niat final yang penuh tekad, ia tetap mengucapkan kata-kata yang diperlukan.
Nathaniel--
Sampaikan salamku pada Kitty.
Kemudian Nouda menerkam kami. Mulut terbuka, tentakel-tentakelnya menebas ke bawah. Nathaniel menyelesaikan mantra Pembebasan. Aku pergi. Tongkat itu patah.

Memang jenis master tipikal. Sampai akhir, ia tidak memberiku kesempatan membalas kata-katanya. Yang amat disayangkan, karena pada detik terakhir itu aku ingin sekali mengatakan anggapanku tentang dirinya. Tapi, karena pada sepersekian detik itu kami, sampai niat dan tujuan terkecil, adalah satu dan sama, kurasa ia tahu.
***

0 comments:

Post a Comment